INTELEKTUAL ACEH PERTANYAKAN DATA BRR

Sabtu, 14/2/09 19:40 WIB

Jakarta,(Modus.or.id). Ketua Ikatan Mahasiswa Pasca Sarjan (IMPAS) Aceh-Jakarta Kamaruddin Hasan dan Indra Gunawan Pengurus Ikatan Mahasiswa dan Pemuda Aceh (IMAPA) Jakarta mempertanyakan kegiatan yang diadakan oleh Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh-Nias di Jakarta sejak 13-14 Februari. Pasalnya laporan BRR Aceh Nias menyatakan 93 persen keberhasilannya merekonstruksi dan merehabilitasi Aceh-Nias. "Bagaimana keakuratan data ini dengan kenyataan di lapangan. Anda menipu nilai-nilai kemanusiaan Anda dengan merayakan kemanusiaan," ungkap Kamaruddin Hasan yang didampingin oleh Indra kepada jurnalis, Sabtu (14/2).

Kamaruddin menyatakan acara A celebration of humaty yang dilaksanakan di JCC Jakarta, juga tidak jelas exsitstrateginya tidak sesuai dengan tujuan membangun aceh pasca tsunami oleh BRR. Acara ini hanya menjauhkan realitas yang sebenarnya di Aceh. "Mestinya korban atau rakyat Aceh yang harus terlibat secara langsung dan dibuat di Aceh. Acara ini hanya dinikmati oleh kelas menengah ke atas saja dengan biaya milyaran rupiah. Acara ini hanya untuk cari muka," tambah mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Indonesia..

Hal senada juga disampaikan oleh Indra yang menuturkan, dengan masa kerja hanya 60 hari lagi semestinya apapun kegiatan harus di Aceh/Nias. Acara dibuat di Jakarta, kalangan organisasi kepemudaan Aceh di Jakarta tidak diundang, jadi akan sulit ketika acara ini dikatakan merepresentasikan Aceh. "Ini sangat politis, kasian orang korban tsunami Aceh secara terus menerus jadi mangsa kapitalis. Acara serimonial seperti ini kalaupun mau dibuat harus di Aceh atau Nias, '' ingat Indra.

PEMDA atau rakyat mestinya harus lebih peka jangan terjebak pola politisi dan ekonomi pusat atau Jakarta. Kita terus dibodohi, pola-pola individualisme, materialisme, kapitalisme seperti ini sudah merusak tatanan moral dan budaya Aceh. Kalau tujuan hanya ingin memperkenalkan kembali kepada NGO/lembaga donor yang terlibat di Aceh kurang lebih 500 buah dengan keterlibatn 50 negara kami kira sudah tidak perlu lagi. "Aceh sudah cukup terkenal apalagi setelah konflik dan tsunami. Kalau memang acara seperti ini dipaksa dibuat ya mesti di Aceh agar bisa langsung dilihat keberhasilan dan kelemahan bukan menjauh dari realitas yang sebenarnya," tukas Kamaruddin dan Indra kompak.(Hariwibowo).

Copyright © 2004 modus.or.id | email: modus18704@yahoo.com

Komite Bersama Masyarakat Lhoknga-Leupung (Aceh Besar) bersama Ikatan Mahasiswa dan Pemuda Aceh (IMAPA) Jakarta dan IMPAS Jakarta melaporkan berbagai perusakan dan pelanggaran yang dilakukan PT SAI-Lafarge ke Komisi VII DPR RI. Juru bicara, Indra Gunawan menegaskan beberapa poin penting yang menjadi keluhan dan tuntutan msyarakat. Diantaranya mengenai operasi PT SAI yang merusak lingkungan sekitar, tuntutan masyarakat untuk ditinjau kembali AMDAL yang menjadi landasan operasi pabrik, serta penekanan terhadap pemerintah daerah maupun pusat yang mengeluarkan kebijakan atau izin operasi pabrik semen ini.

Hari-yang juga-anggota Komite Bersama Masyarakat Lhoknga-Leupung (Aceh Besar) juga manyampaikan hal serupa. Disamping itu Hari juga menekankan bahwa Kecamatan Lhoknga dan Leupung merupakan kawasan Karst kelas satu yang menurut undang-undang tidak boleh ditambang. Pernyataan ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh LSM Kasrt Aceh.

Disisi lain Kamaruddin Hasan dari IMPAS Jakarta juga memberikan informasi-informasi mengenai kawasan atau daerah Aceh lainnya yang akan bernasib sama dengan Aceh Besar, diantaranya pertambangan batu bara di Meulaboh dan lain-lain. Untuk itu Kamarudin berharap supaya ada tindakan riil dari komisi VII DPR RI sebagai lembaga yang memiliki kewenangan tinggi agar malakukan langkah-langkah pencegahan dan penindakan terhadap hal-hal yang telah disampaikan.

Dalam audiensi yang berlangsung sekitar satu jam ini, tim juga membawa tiga jilid berkas yang berisikan hasil penelitian ilmiah tentang kawasan karst, poin-poin penting palanggran yang dilakukan pabrik serta perbandingan AMDAL yang disahkan dengan kanyataan di lapangan.

Erlangga, ketua komisi VII yang menerimalangsung tim utusan dari masyarakat Aceh ini menyambut baik niat dan tindakan yang menurutnya sangat tanggap dan aspiratif ini. apalagi laporan yang disampaikan juga didukung dengan data yang kuat serta informasi yang lengkap. Bahkan Erlangga berjanji akan melakukan kunjungan langsung ke Kecamatan Lhoknga dan Leupung untuk melihat dengan mata kepala sendiri. Jika kenyataannya sesuai dengan apa yang dilaporkan masyarakat, maka akan ada tintakan tegas.

Audiensi ini ada setelah aksi demonstrasi yang digelar oleh Komite Masyarakat Lhoknga dan Leupung yang difasilitasi oleh IMAPA Jakarta pada tanggal 2 Februari 2009 di depan KEDUBES Perancis di Jl. M.H. Thamrin Jakarta. aksi yang berlangsung sekitar 2 jam ini didukung oleh berbagai lembaga, antara lain IMPAS Jakarta, Tikar Pandan Aceh, Karst Aceh dan lain-lain.

Setelah 2 jam berteriak-teriak dalam hujan lebat, akhirnya KEDUBES Perancis bersedia menerima perwakilan masyarakat untuk berdialog. tiga orang yang mewakili peserta aksi adalah Indra (IMAPA Jakarta), Yulfan (Komite Masyarakat) dan Dewi.

Dialog dalam bahasa Perancis yang berlangsung sekitar satu setengah jam tersebut, para utusan ini menyampaikan berbagai informasi tentang perusakan-perusakan yang dilakukan oleh PT SAI dan efeknya terhadap masyarakat. Disampaikan juga berbagai poin yang menjadi tuntutan masyarakat, antara lain:

1. Masyarakat menuntut supaya adanya peninjauan kembali terhadap AMDAL pembangunan PT SAI

2. Mendesak pemerintah Perancis untuk ikut bertanggungjawab terhadap kerukan lingkungan yang dilakukan oleh Lafarge (perusahaan asal Perancis pemilik 99% saham PT SAI)

Sayangnya, respon yang diberikan KEDUBES Perancis yang diwakili oleh Wakil DUBES Jean-Yves ROUX kurang memuaskan. Pasalnya ROUX manyatakan bahwa pemerintah Perancis tidak memiliki kewenangan apa-apa terhadap Lafarge. ROUX berkilah bahwa Lafarge adalah perusahaan swasta yang punya aturan main sendir. Jika ada kegiatan Lafarge yang merugikan masyarakat, maka yang harus bertanggungjawab adalah pihak yang memberi izin operasinya. Dengan kata lain pemerintah Perancis tidak mau bertanggungjawab dan melemparkan tanggungjawab kepada Pemerintah Provinsi NAD dan Pemerintah pusat.

Akan tetapi disisi lain, kendati pemerintah Perancis mengaku tidak memiliki otoritas, mereka berjanji akan melakukan sidak langsung ke Aceh (Kecamatan Lhoknga dan Leupung, Aceh Besar). Jika benar kenyataanya demikian, maka pemerintah Perancis siap membantu masyarakat untuk menyelesaikan masalah ini. Bahkan ROUX mengusulkan supaya masyarakat menempuh jalur hokum sebagai langkah panyelesaiaannya. KEDUBES Perancis juga menyatakan akan menyampaikan hasil pertemuan ini kepada Gubernur Aceh drh. Irwandi Yusuf dan Pimpinan Lafarge. ROUX juga mengaku sangat kaget dengan informasi yang disampaikan oleh para utusan ini, karena dia mengaku selama ini KEDUBES Perancis hanya mendengar kabar-kabar positif saja dari Irwandi Yusuf dan Wapres Jusuf Kalla(?????).

Setelah dialog selesai, masa aksi yang dikawal oleh dua kompi dari Polda Metro akhirnya membubarkan diri dengan tertib.

Mudah-mudahan Allah mengizinkan rakyat menang melawan kapitalis dan penguasa-pengusai busuk…amin

Followers